Pandangan Mahasiswa Laki-laki dan Perannya dalam Kesetaraan Gender

Era kini sudah berubah dibandingkan tahun 1800an atau 1900an. Perempuan masa kini tentu berbeda dengan masa lalu. Hal itu bisa dilihat dari gaya berpakaian maupun gaya bahasa yang digunakan. Banyak tren  “back to 90’th“  namun itu hanya vibes berbusana karena pada kenyataannya di tahun 2021 ini pemikiran perempuan sudah jauh berbeda. Berbicara mengenai perempuan maka tidak bisa dipisahkan dari namanya “Emansipasi Wanita”.

Ya, emansipasi wanita sebagai titik balik kehidupan perempuan agaknya menjadi suatu kejadian yang berhasil mengubah tatanan dunia. Menopang perempuan untuk mampu menunjukkan eksistensinya di depan masyarakat, mematahkan budaya patriarki, dan menjadikan dua gender berbeda sejajar kedudukannya. Memangnya apa sih, emansipasi dan emansipasi wanita?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) emansipasi dan emansipasi wanita merupakan hal yang tidak jauh berbeda. Emansipasi adalah pembebasan dari perbudakan; persamaan hak dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat (seperti persamaan hak kaum perempuan dengan kaum pria). Sedangkan emansipasi wanita  adalah proses pelepasan diri para wanita dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah atau dari pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan untuk berkembang dan untuk maju. Emansipasi erat kaitannya dengan tokoh nasional R.A Kartini. Berkat beliau pemberdayaan perempuan dan kesamaan gender mulai diakui di Indonesia.

Kita sudah biasa melihat emansipasi wanita dari sisi perempuan. Kita perlu melihat dari sisi laki-laki mengenai pandangan mereka terhadap emansipasi wanita. Sebab laki-laki memiliki hak dan peran dalam mengindahkan persamaan gender. Mahasiswa Jurusan Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (USD), Dominikus Brahmadita Eka Wijaya atau biasa dipanggil Brahma, mengunggapkan bahwa ia tidak keberatan dengan hal itu dan tentu saja ia mendukung, “Pandanganku ya, baik-baik saja kalo soal kesetaraan gender mendukung sih, malah. Ya, intinya juga menghormati ceweklah, misal dia ada keputusan yang baik, ya, keputusannya diterima,“ tuturnya pada (27/04/2021).

Ia mengungkapkan hal kecil yang bisa dilakukan untuk membuktikan bahwa ia mendukung adanya kesetaraan gender. Beberapa contohnya, yaitu, dalam kelompok atau dalam organisasi perempuan bisa menjadi ketua, tidak mempermasalahkan pasangan yang mempunyai pendidikan lebih tinggi, dan menerima apabila penghasilan pasangan lebih banyak. Laki-laki juga berperan  dalam  mewujudkan adanya kesetaraan ini. Banyak contoh di mana perempuan diakui dan dipercaya oleh untuk memimpin seperti Ratu Elizabeth II dari Inggris atau Menteri Keuangaan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati.

Andreas Satya Bangga Nisa atau biasa dipanggil Satya, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika, USD, mengungkapkan bahwa juga tidak keberatan dengan adanya kesetaraan gender tersebut, “Menurut saya kesetaraan gender pada masa sekarang ini memang perlu dikembangkan dan perlu diberi pemahaman khusus karena banyak berita atau masalah-masalah yang menitikberatkan pada kesetaraan gender. Padahal kita tahu sendiri Ibu Kartini telah memperjuangkan kesetaraan gender ini sudah jauh-jauh hari lamanya. Namun, kita terkadang tidak melaksanakan hal itu,“ ucap Satya ketika diwawancarai pada (27/04/2021).

Hampir sama dengan Brahma, Satya tidak keberatan apabila pasangannya kelak memiliki pekerjaan yang lebih mapan karena keseteraan gender adalah hal diperlukan. Menurutnya banyak hal yang mungkin bisa dilakukan perempuan, tetapi laki-laki tidak bisa. Perempuan  juga punya hak untuk menjadi seorang pemimpin bukan hanya berada di belakang laki-laki. Perempuan bisa menjadi orang terdepan untuk memberi contoh serta perintah. Perempuan juga bisa menjadi tulang punggung keluarga menggantikan sosok laki-laki.

Mencoba untuk membuka pikiran bahwa kesamaan derajat adalah hak semua orang.  Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Widi Harto Yulantoro, mengungkapkan bahwa perempuan yang tidak meninggikan laki-laki adalah idamannya, “Menurutku cewek ideal itu bukan cewek yang meninggikan laki-laki. Dia tidak menganggap laki-laki tuh, sebagai sosok yang superior ataupun menganggap dirinya lebih inferior. Menganggap bahwa laki-laki dan perempuan itu setara, mereka mempunyai porsi masing-masing dalam menjalani hidup. Setara bukan berarti pukul rata ya,“ ujar Widi pada (27/04/2021).

Dalam pekerjaan rumah tangga, laki-laki dapat berperan. Pekerjaan rumah tangga memang identik dengan perempuan, tetapi di zaman sekarang laki-laki pun dituntut agar bisa mengerjakan hal itu, “Tindakan laki-laki ke perempuan itu jika perempuan butuh bantuan dalam memasak atau bersih-bersih rumah laki-laki juga harus mau. Syukur-syukur tanpa disuruh sudah gerak sendiri,” ucap Muhammad Mufid Yusufi atau biasa disapa Mufid dari Jurusan Ekonomi Islam Universitas  Brawijaya Malang pada (27/04/2021). Selain itu, ia menambahkan, “…melakukan pekerjaan rumah tangga seperti menyapu itu wajar bagi laki-laki.“

Menurut Mufid sekarang ini banyak perempuan yang disuruh oleh laki laki untuk membantu  perekonomian keluarga dengan cara bekerja. Oleh sebab itu, laki-laki juga harus mau bila perempuan meminta bantuan mengenai pekerjaan rumah tangga. Laki-laki tidak boleh monolak hanya karena alasan pekerjaan rumah tangga merupakan tugas perempuan dan lain-lain. Untuk menghormati kesetaraan gender, laki-laki dan perempuan harus bekerja secara sinkron dengan tidak mengkhususkan pekerjaan untuk salah satu gender saja.

Wandi (2015) dalam jurnal yang berjudul “Rekonstruksi Maskulinitas: Menguak Peran Laki-Laki dalam Perjuangan Kesetaraan Gender” mengungkapkan untuk mewujudkan adanya persamaan gender adalah dengan peradigma baru maskulinitas dalam ranah Patriarki. Di dalam jurnal dituliskan bahwa sesungguhnya konsep maskulinitas bukanlah hal yang bersifat baku, tapi juga bisa mengalami perubahan. Bahwa konsep maskulinitas terus mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan zaman.

Untuk merealisasikan hal tersebut Wandi (2015) dalam jurnalnya juga menuliskan 4 langkah. Pertama kebijakan pemerintah yang responsif gender, pemanfaatan media, membentuk kelompok atau organisasi laki-laki progender, dan melalui tafsir agama yang lebih moderat. Pada hal ini menunjukkan jika laki-laki bisa berperan dan berkontribusi dalam kesamaan derajat bila mereka mulai membuka pikiran untuk manfaat positif dan tetap mempertahannkan kewibawaan sebagai laki-laki.

Sumber:

Wandi, G., 2015. Rekonstruksi Maskulinitas : Menguak Peran Laki-Laki dalam Perjuangan Kesetaraan Gender, Jurnal Ilmiah Kajian Gender, 5(2). Pp. 249-252

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), 2016. Emansipasi     https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/emansipasi. Diakses 28 April 2021

Penulis: Angella Devy

Editor : Tiara Chandra

Ilustrasi oleh : Y. A. Galih

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.