Sosialisasi Pemilu dan Nobar Film KPU di USD Menuai Kritik dari Mahasiswa

KPU bekerja sama dengan Universitas Sanata Dharma (USD) dalam menyelenggarakan sosialisasi pemilu pada 31 Januari 2024 di Kampus III USD. Sosialisasi tersebut diikuti oleh seluruh mahasiswa dan diselenggarakan dengan menonton film yang berjudul “Kejarlah Janji”.

“Ini adalah bentuk kerja sama lintas instansi, ya, antara KPU pusat yang ada di Jakarta, kemudian KPU di daerah (KPU DIY) dan instansi Sanata Dharma.” Ungkap Bryan Arsaha, ketua pelaksana acara.

Titik Krisnayanti, selaku Wakil Rektor 3 mengungkapkan kepada natas bahwa acara tersebut dilaksanakan untuk membuka wawasan mahasiswa mengenai pemilu. Ia berujar, “…yang mereka (mahasiswa) belum ngerti jadi ngerti, mereka yang belum tahu jadi tahu. Lalu, juga lebih punya semangat gitu, ya, dan peran aktif dalam nanti ikut pemilu.” Mengenai alasan mengapa USD bersedia untuk bekerja sama dengan KPU, Titik memiliki alasan tersendiri.

“Visi kami ini kan mendidik para mahasiswa menjadi warga negara yang bertanggung jawab gitu, ya, jadi responsible global citizen. Menjadikan kami merasa, ya, kami memang harus bertanggung jawab gitu, ya, ikut berperan aktif gitu.” Ungkap Titik.

Riani, salah satu mahasiswa dari prodi Pendidikan Sejarah yang hadir dalam acara tersebut mengungkapkan bahwa, “acara ini acara edukatif yang mengajarkan anak-anak muda terkait biar melek politik gitu sih, menurutku.” Ia pun menyambut baik maksud kampus (USD) dengan menyelenggarakan acara semacam ini.

“Menurutku, ini merupakan salah satu upaya  dari USD untuk sekali lagi aku tegaskan buat anak muda itu melek politik, terus jangan tergiur dengan berita-berita bohong, hoaks yang berseliweran di media sosial. Menurutku itu bagus sih, USD berarti mengikuti isu-isu terkini apalagi isu politik yang saat ini lagi hangat-hangatnya menjelang pemilu 14 Februari 2024.” Ujar Riani.

Namun, terdapat pula beberapa mahasiswa yang memiliki perspektif lain dalam menanggapi acara sosialisasi  tersebut.

“Menurutku agak aneh, sih, maksudnya dengan acara-acara kek gini kayak cuman apa, ya,  pencitraan dari pemerintah menurutku. Pencitraan dari pemerintah untuk kita milih. Nih, lu warga negara wajib memilih gitu, tanggung jawabmu sebagai warga negara. Lu udah dikasih hak apa segala macam, lalu kewajibannya adalah milih. Tapi menurutku nggak juga.” Ujar Tika salah satu mahasiswa USD.

Ia juga menanyakan maksud USD beserta KPU dalam menyelenggarakan acara tersebut, “Aku ngerasa  aneh, sih, dari awal karena dibagiin  kaos gitu, ya. Terus disuruh pake kaos, itu menurutku aneh. Tujuannya apa gitu kan? Terus juga yang dari awal aku ngikutin acara ini, ini sebenarnya tujuannya apa sih? Sadhar sampai gandeng KPU DIY untuk ngadain acara kayak gini, ya. Karena menurutku kalau misalnya emang dalam tanda kutip biar enggak golput, golput kan juga partisipasi politik ya gitu dan itu menurutku enggak sikap yang apatis dari warga negara gitu, itu hal yang berbeda menurutku. Kenapa seolah-olah sikap apatis kayak dikaitkan sama golput?”

Lebih lanjut, Tika juga mengkritik film yang diputar selama berlangsungnya acara sosialisasi tersebut. Ia menilai bahwa film tersebut seksis dan tidak sesuai dengan maksud KPU dan USD untuk memberikan sosialisasi mengenai pemilu.

“Film ini benar-benar aku kritik yang bagian janda gitu loh. Kayak seolah-olah janda tak berdaya. Seolah-olah perempuan yang udah enggak menikah dan bahkan batal menikah segala macam tuh suatu hal yang tidak berdaya itu. Perempuan tidak berdaya itu enggak masuk akal sih menurutku. Seksis sih menurutku dari candaan-candaannya, narasi-narasinya. Itu sih yang dari awal kayaknya aneh gitu ya. Terus itu sih maksudnya, ya karena menurutku dari awal tujuan film ini lebih kayak buat gak golput. Sedangkan untuk golput salah satu partisipasi politik juga gitu loh.

Nikolaus Leonardus, salah satu mahasiswa USD yang hadir juga mengkritik acara tersebut. Menurutnya, sosialisasi mengenai pemilu yang dikemas dengan nobar film sebagai kegiatan yang tidak relevan.

“Kayak nggak nyambung gitu ya. Apa namanya, mengapa KPU kita tetap tidak pernah nontonin soal debat antar ketua partai? yang ada adalah debat Capres dan Cawapres, padahal setiap kebijakan-kebijakan negara hari ini bahkan setelah reformasi, yang berkutat sebenarnya yang paling penting adalah ketua partai, tapi ini kita enggak pernah ada debat ketua partai.”

Reporter: Elsye Novia Wahyuni, Alexandria Vania Rasendriya

Penulis: Hemma Diyasa Trisnami

Editor: Najib Nur Rosyid

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.