Menolak Bungkam: Dari Tugu Untuk Pejuang Demokrasi dan HAM

Massa membentangkan spanduk dan berbagai poster berbagai tuntutan di Tugu Pal Putih, Yogyakarta.

Natasmedia.com, Yogyakarta – Puluhan massa yang tergabung dalam Solidaritas Demokrasi Untuk Rakyat (Solider) menggelar aksi damai sebagai wujud pembelaan dan dukungan untuk pembebasan aktivis Pro demokrasi dan HAM, terkhusus enam aktivis Papua yang sampai kini masih mendekam di sel tahanan akibat tudingan tindak pidana makar. Aksi tersebut dimulai pada pukul 15.50 WIB di seputaran kawasan Tugu Pal Putih, Yogyakarta, Senin (11/11).

Agung Prabowo, salah satu massa aksi menyatakan bahwa dalam penangkapan beberapa aktivis Papua di beberapa daerah menyisakan kejanggalan, sebab tidak ditemukannya bukti yang kuat. Kalau saja ditelisik kembali, hal ini sebenarnya merupakan bentuk dari pembungkaman ruang demokrasi, karena para aktivis hanya mencoba untuk menjelaskan atau mengekspresikan bagaimana kadaan di Papua hari ini.

“Karena kita ketahui sendiri, beberapa pelanggaran HAM berat, perampasan lahan, penyiksaan terhadap perempuan yang ada di Papua ini semakin merajalela, cuma saja tidak pernah terekspos di media,” ungkapnya.

Sebelumnya kasus rasialisme terhadap mahasiwa Papua di Jawa Timur mencuat dan menimbulkan bebagai reaksi publik. Sebuah aksi anti rasialisme pun turut diadakan. Hingga berbuntut pada penangkapan Ariana Lokbere, Ambrosius Mulait, Surya Anta, Dono Tabuni, Charles Kossay, dan Isay Wenda. Mereka ditahan di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, karena diduga terlibat dalam pengibaran bendera bintang kejora pada aksi saat itu di depan Istana Negara, Jakarta (28/8).

Sidang perdana praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, gugatan keenam aktivis tersebut yang seyogianya akan terlaksana bertepatan dengan diadakannya aksi di Tugu kali ini. Namun, harus ditunda selama dua minggu, menjadi 25 November 2019, dikarenakan ketidakhadiran pihak Polda Metro Jaya.

Selain itu, aksi Solider ini sekaligus pula menjadi momen mengenang 18 tahun kematian seorang tokoh perjuangan rakyat Papua, Theys Hiyo Oluway yang ditemukan tak bernyawa di perbatasan Jayapuran dan Papua Nugini, pada tanggal yang sama di tahun 2001 silam. Sebelum meregang nyawa beliau menjabat sebagai ketua Presidium Dewan Papua (DPM), berjaya di era tahun 1999-2001 dan hingga saat ini masih menjadi salah satu sosok yang sangat disegani oleh rakyat Papua.

“Terkait tokoh Papua yang meninggal 18 tahun yang lalu itu memang memperjuangakan soal bagaimana pemekaran yang dilakukan di derah Papua yang berimpek besar yang memperburuk kondisi di sana. Otonomi yang diberlakukan pemerintah Indonesia itu merupakan suatu bentuk pelegitimasian yang semakin kuat bagi rakyat Papua untuk menentukan ruang-ruang demokratisnya,” ucapnya.

Solider dengan tegas menuntut: 1) Pembebasan enam aktivis di Jakarta, Kalimatan, dan Papua; 2) Hentikan kriminalisasi terhadap aktivis HAM dan Pro demokrasi di Indonesia; 3) Adili pelaku pembunuhan Theys; 4) Usut dan adili tuntas pelaku pelanggaran HAM dan 5) Tarik militer dan kembalikan ke barak, serta buka ruang demokrasi seluas-luasnya bagi rakyat Papua.

Agung mengharapkan agar aksi seperti ini akan terus berlanjut hingga enam aktivis Papua dan aktivis Pro demokrasi dan HAM lainnya dibebaskan tanpa syarat. Aksi ini merupakan bagian dari metode non litigasi yang dilakukan oleh seluruh masyarakat Indonesia untuk segera mendesak pemerintah dan publik hari ini yang tidak pro terhadap demokrasi dan rakyat.

“Kedepannya, kami akan terus memperluas basis gerakan rakyat khususnya di Yogyakarta semakin besar,” tegasnya.

Penulis :Fajar W.
Editor : Johan Ar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.